Jimat Penolak Bala

Jimat Penolak Bala
(Al Fikrah No. 05 Tahun VII/ 25 Syawwal 1427H)

Kata-kata    jimat,   sudah   tidak   asing  lagi  bagi   mayoritas masyarakat negeri ini. Budaya tolak bala dan pengobatan dengan jimat sangat lengket dengan mereka. Semua masyarakat tanpa pandang bulu, pangkat, derajat, dan martabat—kecuali yang dirahmati oleh Allah—tidak lepas dari budaya ini.

MAKNA JIMAT

Jimat dalam bahasa Arab disebut dengan tamimah (penyempurna). Makna tamimah adalah setiap benda yang digantungkan di leher atau selainnya untuk melindungi diri, menolak bala, dan dari bahan apa pun.”  (Lisanul Arab 12/69).

Orang-orang Arab menyebut jimat sebagai tamimah karena mereka meyakini bahwa benda-benda tersebut dapat meneympurnakan obat dan kesembuhan. Dan setiap orang yang menggantungkan benda-benda tersebut, memiliki pandangan bahwa penjagaan dan penolakan bahaya-bahaya akan sempurna dengannya.

Dengan pengertian di atas, dapat diketahui bahwa jimat bukanlah terbatas pada bentuk-bentuk tertentu, bahkan mencakup hal-hal yang sangat banyak dan beragam bentuknya. SIKAP ISLAM TERHADAP JIMAT

Islam mengingkari dan mencela serta mengancam dengan keras terhadap orang yang menggunakan jimat, karena adanya keyakinan orang-orang jahil di dalamnya, berupa perlindungan diri, menggantungkan hati kepada selain  Allah, dan melupakan Allah Ta’ala.

Di antara dalil-dalil yang menunjukkan atas celaan dan ancaman tersebut ialah:

1. Firman Allah Ta’ala:

“Dan sungguh jika kamu bertanya kepada mereka: “Siapakah yang menciptakan langit dan bumi?”, niscaya mereka menjawab: “Allah.” Katakanlah: “Maka terangkanlah kepadaku tentang apa yang kamu seru selain Allah, jika Allah hendak mendatangkan kemudharatan kepadaku, apakah berhala-berhalamu itu dapat enghilangkan kemudharatan itu, atau jika Allah hendak memberi rahmat kepadaku, apakah mereka dapat menahan rahmatNya?. Katakanlah: “Cukuplah Allah bagiku.” Kepada- Nyalah bertawakkal orang-orang yang berserah diri.” (QS. Az-Zumar: 38).

Dalam ayat ini, Allah memerintahkan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam untuk bertanya kepada orang-orang musyrikin dengan pertanyaan pengingkaran terhadap patung-patung yang mereka sembah bersama Allah I; apakah sembahan-sembahan itu memberi manfaat atau mendatangkan bahaya? Maka tentulah mereka akan mengakui kelemahannya (tidak dapat memberi manfaat dan mendatangkan bahaya).
Ayat ini juga menunjukkan bahwasanya memakai jimat-jimat, baik berupa gelang, benang, benda-benda pusaka, dan lain-lain tidak dapat menyingkap bahaya dan tidak pula dapat mencegahnya.

Demikian pula yang dijelaskan oleh Allah I dalam firman-firman-Nya berikut ini:
“Ingatlah ketika ia berkata kepada bapaknya; “Wahai bapakku, mengapa kamu menyembah sesuatu yang tidak mendengar, tidak melihat dan tidak dapat menolong kamu sedikitpun?” (QS. Maryam: 42).

“Berkata Ibrahim: “Apakah berhala-berhala itu mendengar (doa)mu sewaktu kamu berdoa kepadanya?” (QS. Asy-Syu’arâ’: 72).

“Jika Allah menimpakan sesuatu kemudharatan kepadamu, maka tidak ada yang dapat menghilangkannya kecuali Dia. Dan jika Allah menghendaki kebaikan bagi kamu, maka tak ada yang dapat menolak kurniaNya. Dia memberikan kebaikan itu kepada siapa yang dikehendaki-Nya di antara hamba-hamba-Nya dan Dia-lah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Yûnus: 107). Dan masih banyak ayat-ayat yang semisal dengan ayat-ayat ini.

2. Hadits Rasulullah

a. Rasulullah r bersabda, “Barangsiapa yang menggantungkan jimat, maka Allah tidak akan menyempurnakan urusannya. Dan barangsiapa yang menggantungkan jimat berupa karang laut, maka Allah tidak akan memberikan ketenangan kepadanya.” (HR. Ahmad dan Hâkim, beliau mengatakan hadits ini shahih dan disetujui oleh Adz-Dzahabî).
Hadits ini tidak hanya berlaku bagi mereka yang menggunakan jimat dari karang laut, akan tetapi seluruh jenis jimat.

b. Rasulullah r bersabda, “Barangsiapa yang menggantungkan jimat, maka sungguh ia telah melakukan kesyirikan.” (HR. Ahmad dan Hâkim, dishahihkan oleh Al Albânî dalam Silsilah Ahâdîts Ash-Shahîhah: 493).

c. Dalam hadits shahih dari Abû Basyîr al Anshârî , sesungguhnya beliau bersama Rasulullah r dalam beberapa perjalanannya, maka Rasulullah r mengutus seorang utusan, “Janganlah meninggalkan satu kalung pun (dari benang busur panah) di leher onta atau kalung kecuali dipotong.” (HR. Bukhârî).

d. Dari Ibnu Mas’ud , beliau berkata, “Aku telah mendengar Rasulullah r bersabda, “Sesungguhnya mantera-mantera, jimat-jimat, dan benda-benda untuk pengasihan adalah syirik.” (HR. Ahmad, dan lain-lain. Dishahihkan oleh Al Albânî).

e. Dari Abdullah bin ‘Ukaim secara marfu’, beliau berkata, “Barangsiapa  menggantung-kan sesuatu (untuk jimat), maka ia akan dikuasakan atasnya.” (HR. Ahmad ).
f. Dari ‘Imrân bin Hushain , beliau berkata bahwasanya Nabi r melihat seorang laki-laki pada lengan atasnya terdapat sebuah gelang berasal dari tembaga, maka Rasulullah r bertanya, “Apa ini?” Ia menjawab, “(Aku memakainya untuk menolak wahinah (jenis penyakit yang menimpa pada tangan).” Maka Nabi  menjawab, “Lepaskanlah! Sebab tidaklah ia menambah kepadamu kecuali kelemahan dan penyakit. Kalau seandainya kamu meninggal dan benda itu ada padamu, maka engkau tidak akan beruntung selama-lamanya.” (HR. Ahmad dan Hakim).

g. Dari Ruwaifi’ bin Tsâbit , ia berkata, “Sesungguhnya Rasulullah rbersabda, “Wahai Ruwaifi’, barangkali engkau berumur panjang sesudah  (wafat)ku, maka kabarkanlah kepada manusia, sesungguhnya barangsiapa mengikat jenggotnya atau memakai gelang dari benang busur anak panah atau istinja dengan menggunakan tulang, maka sesungguhnya Rasulullah r berlepas diri darinya.” (HR. Nasâ’i dan Abû Dâwûd dengan sanad shahîh). Berkata Ibnu Abdilbarr—rahimahullâh, “Semua ini adalah peringatan keras dan pencegahan atas apa yang dilakukan oleh orang-orang jahiliah. Mereka menggantungkan jimat-jimat dan kalung dengan sangkaan bahwasanya ia menjaga diri mereka dan memalingkan bencana darinya. Padahal hanya Allah semata yang memalingkan bala dari mereka. Demikian juga, Dialah yang memberikan kesehatan dan bala. Maka Rasulullah r melarang (kaum Muslimin) dari melakukan semisal apa yang mereka lakukan di masa jahiliah mereka.” (At-Tamhîd oleh Ibnu ‘Abdilbarr, 17/163).

HUKUM MEMAKAI JIMAT

1. Syirik Besar

Seseorang yang menggunakan jimat dengan tujuan untuk membentengi dirinya dari marabahaya dan meyakini bahwa jimat tersebut dapat memberi manfaat atau menolak bahaya dengan kemampuan yang bersumber dari jimat itu sendiri, maka ia telah terjerumus dalam syirik besar. Hal ini terjadi karena ia telah menjadikan selain Allah sebagai pengatur urusan suatu masalah—yang tidak ada yang mampu melakukannya kecuali Allah—bersama Allah I. Dengan demikian, ia terjerumus ke dalam syirik besar dalam hal rububiyyah Allah.

2. Syirik Kecil

Seseorang yang menggunakan jimat dengan tujuan membentengi dirinya dari marabahaya dan meyakini bahwa benda-benda tersebut hanya sebagai sebab tertolaknya suatu bahaya, maka ia telah terjerumus ke dalam syirik kecil. Hal ini disebabkan ketergantungan hatinya kepada benda-benda tersebut dan menjadikannya sebagai sebab tertolaknya bala. Padahal tidak boleh menetapkan suatu sebab kecuali berdasarkan al Qur’an dan Sunnah, atau pun berdasarkan eksperimen dan betul-betul telah terbukti bermanfaat sebagai sebab yang nyata, bukan secara samar. Orang yang menggunakan jimat untuk tolak bala telah menjadikan sebab yang tidak diijinkan secara syar’i maupun melalui eksperimen. Dan tidak pula terbukti secara nyata bahwasanya jimat dapat berfungsi sebagai penolak bala atau pun penyembuh penyakit dan lain-lainnya, melainkan hanya semata-mata keyakinan dari pemakainya. Maksudnya, pemakai jimat tersebut kadang-kadang mendapatkan apa yang ia kehendaki, karena bertepatan dengan takdir dari Allah , sehingga berkeyakinan bahwa benda-benda tersebut dapat terbukti sebagai sebab, padahal pada hakekatnya bukanlah sebagai sebab.

3. Haram

Menggunakan jimat dengan tujuan untuk hiasan adalah haram, karena hal ini menyerupai apa yang dilakukan oleh orang-orang musyrikin. Rasulullah bersabda, “Barangsiapa menyerupai sutu kaum, maka ia termasuk dari mereka.” (HR. Ahmad).

 

JIMAT YANG BERASAL DARI AYAT-AYAT AL QUR’AN

Para ulama berselisih pendapat tentang hukum menggunakan ayat-ayat Al Qur’an sebagai jimat. Sebagian membolehkan dan sebagian yang lain mengharamkan. Namun pendapat yang paling kuat adalah pendapat yang mengharamkannya, dengan beberapa alasan:

1. Keumuman larangan menggunakan jimat, dan tidak ada dalil yang mengkhususkan pembolehan ayat-ayat al Qur’an sebagai jimat.

2. Jika diperbolehkan, tentu telah dijelaskan kebolehannya oleh Rasulullah

3. Menutup jalan yang dapat menjerumuskan seseorang ke dalam kesyirikan. Jika kita memperbolehkan memakai jimat dari ayat-ayat Al Qur’an, maka akan terbuka lebar-lebar pintu kesyirikan. Akan terjadi kesamaran antara jimat yang diperbolehkan dan jimat yang diharamkan. Akan sangat sulit membedakan antara keduanya. Juru penyesat dan penjaja khurafat akan memanfaatkan pintu ini untuk menyesatkan manusia.

4. Menjerumuskan pemakainya ke dalam penghinaan terhadap Al Qur’an, karena jimat yang berisi ayat-ayat Al Qur’an tersebut akan dibawa ke tempat-tempat najis yang Al Qur’an harus disucikan darinya. Selain itu, tidak menutup kemungkinan bahwa jimat tersebut digunakan sebagai mainan anak-anak kecil; atau dipakai dalam keadaan-keadaan tertentu yang tidak selayaknya Al Qur’an dipakai dalam kondisi tersebut, seperti melakukan hubungan suami istri, buang air, dan melakukan kemaksiatan. Wallâhu A’lam

Ralat

Al Fikrah No. 04/VII

Pada hal. 2 kolom 1, baris ke-9 tertulis: (QS. Ar-Ra’du: 92) Seharusnya: (QS. Ar-Ra’du:11).

Leave a comment